Diskriminasi dan pembedaan warna kulit menjadi salah satu persoalan yang membuat gereja Tuhan tidak bisa bersatu. Ada jurang pemisah antara orang berkulit hitam dan orang berkulit putih, persaingan diantara mereka tak jarang membuat perpecahan antar tubuh Kristus.
Agu Irukwu, pendeta berkulit hitam dari Jesus Hause di London berharap dalam dua dekade kedepan tidak akan ada lagi diskriminasi dan pembedaan warna kulit di lingkungan gereja. Dia menceritakan bahwa anaknya kini banyak bergaul dengan orang kulit putih dan mampu berbahasa Inggris dengan aksen yang baik.
"Saya melihat anak saya, mampu berbicara dengan aksen Inggris yang sempurna sekolah umum. Bahkan sebagian besar teman dekatnya adalah orang kulit putih,” ungkap pendeta Irukwu seperti dikutip dari christiantoday, pada Senin (26/3).
Menurut pendeta Irukwu, pertemanan antara orang kulit hitam dan kulit putih seperti yang dilakukan anaknya itu sebelumnya tidak bisa dilakukan oleh generasi-generasi pendahulu. Hal ini membuat pendeta Irukwu optimis bahwa penginjilan pun akan tetap bisa dilakukan walaupun perbedaan warna kulit.
Saat ini, Jesus House adalah sebuah gereja dengan mayoritas jemaat kulit hitam. Pendeta Irukwu telah beberapa kali terlibat aktif untuk membangun hubungan baik dan bekerjasama dengan gereja-gereja orang kulit putih seperti, seperti Holy Trinity Brompton, gereja Nicky Gumbel.
Ia mengakui bahwa cara gereja-gereja orang kulit hitam dan gereja-gereja orang kulit putih mempunyai budaya yang sangat berbeda. Meskipun demikian, ia percaya bahwa mereka dapat menjadi satu. "Ada sesuatu tentang kesatuan, yaitu bahwa Allah mengasihi tanpa membuat semua menjadi seragam,” ungkap pendeta Irukwu.
Perbedaan suku, bahasa, warna kulit, status sosial dan sebagainya, bukanlah alasan untuk saling merendahkan, sebaliknya kita harus bisa saling melengkapi satu sama lain agar kasih Kristus bisa dibagikan. Gereja harus berperan aktif untuk mengkampanyekan hal ini agar persatuan dalam Tubuh Kristus bisa terjadi.